Oleh : Pratomo, SP *)
Suwarga nunut, Neraka katut. Mungkin kiasan itu cocok menggambarkan kehidupan perempuan-perempuan di sekitar wilayah perkebunan. Terjemahan bebasnya adalah: Jika dalam kondisi enak (surga) perempuan boleh nunut (membonceng), kalau yang dinunuti (laki-laki) memperbolehkan. Tapi kalau dalam kondisi sengsara (neraka), perempuan mau nggak mau, pasti harus ikut (katut).
_______________
Sebelum menelaah kehidupan kaum perempuan di sekitar wilayah perkebunan, ada baiknya kita masuk terlebih dahulu ke wilayah etika yang mendasari suatu pembangunan budaya dalam masyarakat. Mengacu pada Carol Gilligan pencetus etika kepedulian
(ethic of care) -tokoh feminis tahun 1970, di dalam bukunya
Different Voice, menyatakan bahwa perempuan memiliki etika yang berbeda dari pria. Etika pria adalah etika yang secara rasional di dasarkan pada penetapan hak dan kewajiban. Etika pria tersebut ditujukan untuk membentuk "subjek yang otonom", yaitu subyek yang mandiri dalam berfikir dan bertindak mengambil keputusan sendiri tanpa didikte oleh orang lain. Karena itulah etika pria disebut etika keadilan.

Masih dalam buku yang sama, dinyatakan oleh Gilligan, karena perempuan bisa hamil dan melahirkan anak, maka perempuanlah yang dianggap harus membesarkan anak, disinilah terbukti bahwa etika keadilan yang didasarkan pada "hak dan kewajiban" tidak cocok untuk perempuan. Karena mengandung, melahirkan, menyusui dan membesarkan anak bukan soal "hak dan kewajiban", melainkan soal "kepedulian". Sejak pernyataan Gilligan itulah etika kepedulian mulai mendapat pengikut, karena di dalam etika kepedulian-lah terdapat: keadilan. (Donny Danardono, 2009).