Jumat, 14 Mei 2010

Kamis, 06 Mei 2010

Jalan Baru Membangun Jawa Tengah

Sebuah Catatan Awal Tahun



Oleh: Wakil Gubernur Jawa Tengah, Dra. Hj. Ristriningsih, MSi.



  • Survei Lokasi Calon SPT di Kebumen


  • Lebih dari satu dekade menjadi pengabdi rakyat di dalam Pemerintahan, saya menemukan satu idiom bahwa, memakmurkan dan mensejahterakan rakyat selalu suatu hal yang sangat mudah diretorikakan, tetapi tidak mudah untuk direalisasikan. Hal tersebut semakin menebal ketika saya berada dalam posisi sebagai Wakil Gubernur Jawa Tengah. Jawa Tengah dengan penduduk terbesar kedua di Indonesia, dengan posisi di tengah pulau Jawa ini masih banyak sekali desa miskin dan tertinggal. Kita tidak hanya memerlukan program untuk memerangi kemiskinan, tetapi harus pula bisa menjamin program tersebut bisa diterapkan dan benar-benar bisa mengentaskan rakyat dari kemiskinan, untuk kemudian memakmurkannya.


    Progam-program klasik yang saat ini dilakukan baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, telah terbukti kurang berhasil mencapai target memakmurkan rakyat. Dalam pandangan saya ada beberapa mind-set, sistem dan metode yang kurang tepat dalam program tersebut. Salah satu mind-set yang keliru adalah kita selalu menganggap bahwa masyarakat tertinggal –khususnya desa– sudah bernasib final sebagai keluarga miskin (gakin), sehingga kita merasa harus selalu memenuhi kebutuhan mereka –raskin, bantuan langsung tunai (BLT), askeskin, dsb. Seharusnya yang harus kita lakukan adalah bagaimana membuat masyarakat tertinggal itu menjadi sepenuhnya mandiri sehingga mereka bisa mencukupi kebutuhannya sendiri, sehingga upaya berikutnya untuk membuat mereka makmur akan lebih mudah.


    Kemudian sistem anggaran pemerintah dan metode kegiatan pemberdayaan-pembangunan oleh dinas-dinas dalam pemerintahan sendiri masih kental nuansa birokratis yang sering kurang efektif, kurang sigap dan kurang efisien. Untuk merubah mind-set, sistem dan metode meskipun bisa namun sangat sulit dan menghabiskan energi, padahal rakyat yang miskin ini perlu segera ditangani. Perlu ada konsep sinergi untuk menutup keterbatasan kemampuan pemerintah tersebut. Perlu ada konsepsi jalan baru untuk membangun Jawa Tengah, yang bisa membuka keterbatasan-keterbatasan ekonomi rakyat.


    Jawa Tengah mempunyai banyak modal untuk bisa bangkit, antara lain, Sumber Daya Alam (SDA) berupa tanah vulkanik yang sangat subur serta laut yang luas dan Sumber Daya Manusia (SDM) yang relatif lebih maju dibandingkan dengan luar jawa. Dalam membangun jalan baru tersebut, kita tidak bisa tidak bisa mengintroduksi hal-hal yang sama sekali baru kepada masyarakat. Saya sangat sepakat dengan program Gubernur Jawa Tengah dengan Bali nDeso Mbangun Desa. Bahwa yang di-underline adalah ”Desa” adalah suatu konsep cerdas, dimana pembangunan bottom-up dari desa akan juga berdampak positif memakmurkan kota, yang apabila secara sistemik dan serentak digerakkan maka ini adalah arti sebenarnya membangun negara. Pemberdayaan desa yang berhasil memandirikan masyarakat desa dan memberikan kemampuan berwirausaha, akan membuat pusaran energi spiral-up ke atas yang semakin membesar. Sebuah energi luar biasa besar dari puluhan juta orang yang tidak pernah kita bayangkan, akan mendorong kemakmuran, kesejahteraan dan kemandirian bangsa.


    Pemberdayaan tidak bisa dilakukan sendiri oleh pemerintah. Perlu pemerintah berkolaborasi dengan: (1) Para ahli (expert) yang sudah berpengalaman dan berhasil di bidang-bidang yang akan dijadikan acuan pemberdayaan, untuk menimba ilmu dan pengalaman. Misal ahli sekaligus praktisi yang sudah berhasil dibidang: perikanan air tawar, pertambakan, perikanan laut, pertanian hortikultura,  peternakan sapi dan praktisi ahli pemasaran (2). Berkolaborasi dengan para pengusaha atau BUMN/BUMD yang mempunyai dana untuk Corporate Social Responbilitiy. Memakmurkan dan memandirikan desa bukan berarti menciptakan pesaing bagi pengusaha, tetapi justru ini adalah upaya meningkatkan daya beli masyarakat yang berujung pada peningkatan pendapatan perusahaan-perusahaan tersebut dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.


    Pemberdayaan harus dimulai dari mengajari masyarakat dengan apa yang mereka bisa, dan sesuai dengan daerahnya, kemudian kita tajamkan dengan sentuhan pemberdayaan dan teknologi. Pendidikan rakyat tidak bisa dilakukan dalam pendidikan formal, tetapi harus melalui pendidikan aplikasi praktek di lapangan.


    Dalam perjalanan mengkonstruksikan ”Jalan Baru” bagi kemakmuran Jawa Tengah, saya mendapat pencerahan dari seorang pemberdaya masyarakat desa, Budi Dharmawan, ketua Yayasan Obor Tani, adik kandung dari mantan Menko Ekuin/Ketua Bappenas, Kwik Kian Gie. Ia berkata bahwa sudah tidak jamannya lagi pemberdayaan petani dilakukan sepotong-sepotong, sebagai contoh membagi bibit kepada petani kemudian ditinggal pergi, atau bibitnya dibagi sekarang, pupuknya tahun depan. Ia juga mengkritisi metode pemberdayaan masyarakat oleh dinas-dinas di pemerintahan, bahwasanya pemberdayaan saat ini dilakukan dengan cara mengumpulkan petani, kemudian diceramahi sehari-dua hari di ruang pertemuan dinas, kota/kabupaten atau di hotel-hotel, kemudian di-sangoni untuk pulang. Atau sudah tidak tepat menurutnya petani diajak piknik sehari ke tempat-tempat agribisnis yang sudah jadi, kemudian diberi bantuan bibit atau sarana produksi tanpa pembimbingan yang intensif.  Ada hal menarik yang telah dikerjakan Yayasan Obor Tani, yaitu pembangunan Sentra Pemberdayaan Tani (SPT) di desa-desa miskin dan tandus.


    SPT adalah satu model Pemberdayaan masyarakat desa di bidang pertanian dalam bentuk hibah murni secara menyeluruh, masif dan terintegrasi. Dengan sasaran desa miskin dan tandus yang mempunyai kegotong-royongan kuat. Pertama di desa tersebut diberikan air untuk berbudidaya buah-buahan unggul –Lengkeng Itoh, Durian Monthong, buah naga Red Dragon, Srikaya Grand Anona, Mangga Nam Dokmai. Caranya dengan dibangunkan waduk mini tadah hujan di puncak bukit kurang luas lapangan sepakbola, bervolume 7.500-10.000 m3 sedalam 3 meter berdasarkan curah hujan rata-rata di Jawa Tengah 3.000–4.000 mm/th, kemudian diberi lapisan geomembran agar air tidak meresap ke dalam tanah. Waduk mini tersebut akan digunakan sebagai sarana irigasi dengan sistem gravitasi –tanpa listrik dan BBM, untuk mengairi kebun buah unggul untuk para petani peserta program.


    Kedua, kepada 100 kepala keluarga (KK) petani peserta diberikan kebun buah unggul masing-masing 2.000 m2 dengan luas total  20 hektar. Dengan cara petani menyerahkan tanah mereka seluas maksimal 2.000 m2 dalam keadaan kosong kepada Obor Tani, kemudian selama 3,5 tahun dikelola oleh Obor Tani dari mulai pembukaan lahan, tanam, pemeliharaan, hingga menjadi kebun buah siap panen, untuk selanjutnya diserahkan kembali kepada 100 KK petani peserta program. Seluruh bibit, pupuk, obat-obatan tanaman, tenaga kerja, biaya operasional dibiayai oleh Obor Tani.


    Ketiga, Pemberdayaan dilakukan selama 3,5 tahun untuk itu, di tempat tersebut dibangun pula wisma SPT untuk tempat tinggal 2 orang kader Obor Tani, kantor, asrama pemagang dari luar desa, gudang, tempat pertemuan dan tempat pembibitan. Dari 100 KK petani dipilih 20 orang untuk bekerja bersama kader Obor Tani mengelola kebun 20 hektar, sedangkan 80 KK lainnya magang di atas tanahnya sendiri-sendiri. Target pemberdayaan tersebut adalah meningkatkan pendapatan petani peserta dari tanah pertanian dari survey sebelumnya rata-rata Rp 300.000,- perbulan/KK bisa menjadi minimal Rp 1 juta per KK per 2.000 m2.


    Saya percaya di tangan para ahli di bidangnya yang mempunyai dedikasi dan kredibilitas tinggi, keberhasilan program bisa menjadi kenyataan. Di Semarang, Budi Dharmawan, 74 th, mantan perwira angkatan laut jaman Bung Karno yang masih sehat dan energik, lebih dikenal sebagai aktivis sosial dan pengusaha agrobisnis yang memiliki ratusan hektar kebun cengkeh dan buah-buahan unggul. Menurutnya ide awalnya bukan Sentra Pemberdayaan Tani, tetapi Sentra Pemberdayaan Rakyat (People Development Center) bidang tani, karena masyarakat miskin tidak hanya petani, tetapi juga nelayan, petambak, pedagang, pedagang kaki-lima, perajin tahu-tempe dan lain sebagainya. Kini Yayasan Obor Tani telah memiliki 6 SPT di Jawa Tengah, yaitu: satu SPT di tahun 2008 di desa Genting, Kec. Jambu, Kab. Semarang dengan komoditas Lengkeng Itoh. Lima SPT di tahun 2009 di desa: (1). Wonokerto-Bancak-Kab. Semarang (Buah Naga); (2). Karanganyar-Musuk-Kab. Boyolali (Durian Monthong); (3). Seboro-Sadang-Kab. Kebumen (Lengkeng Itoh); (4). Lipursari-Leksono-Kab.Wonosobo (Durian Chanee); (5). Labuhan Kidul-Sluke-Kab. Rembang (Mangga Nam Dokmai). SPT di desa-desa tersebut bernilai Rp 1,5 milyar, dibiayai –urunan– oleh donatur perorangan dan perusahaan-perusahaan seperti: Marimas, Pertamina, Nutrifood, Yayasan Tirto Utomo (Aqua), Karoseri Laksana, Bank Jateng, Nusa Raya Cipta, Cengkeh Zanzibar dan donatur-donatur yang telah berhasil dihimpun. Di tahun 2010 ini direncanakan Obor Tani membangun 25 SPT di Jawa Tengah, Saya menyarankan agar para Tokoh Masyarakat, Lurah, Camat dan Bupati agar berperan aktif membantu masyarakat desa di wilayahnya, untuk mengakses hibah tersebut dengan mengajukan proposal ke kantor Obor Tani di Jl. Imam Bonjol 155 Semarang. Hingga nantinya paling tidak di satu kabupaten ada satu SPT.


    Pemberdayaan secara menyeluruh (holistik) yang dilakukan Obor Tani melalui SPT adalah salah satu contoh, yang telah memberikan memberikan karya nyata untuk bisa diadopsi untuk dijadikan acuan baik oleh pemerintah maupun lembaga pemberdayaan masyarakat lainnya. Program Bali nDeso Mbangun Desa tidak akan berhasil kalau dilaksanakan secara sektoral (terpisah-pisah) tapi harus terintegrasi (integrated) utuh-menyeluruh. Tidak bisa jika bentuk kegiatannya masih pola lama tetapi diberi ”label” Mbangun Desa.


    Dengan keunggulan komparatif Jawa Tengah berupa: tanah vulkanik yang subur, iklim tropis dengan matahari sepanjang tahun dan curah hujan yang melimpah, kemudia tiga hal tersebut disatukan dengan teknologi pertanian modern dan sumberdaya manusia yang kompeten, maka pertanian sebagai pilihan utama primary product, akan mampu menjadi pilar utama untuk menyejahterakan masyarakat Jawa Tengah. Karena jika bertani dengan cara konvensional, petani hanya akan mendapatkan hasil 20% dari keseluruhan potensi tanah yang digarapnya. Dengan sentuhan teknologi modern dan bimbingan intensif dari para ahli pertanian pendapatan tersebut akan meningkat 5 kali lipat. Ini adalah potensi yang luar biasa bagi masyarakat desa.


    Membangun Desa, Petani dan Pertanian adalah ”Jalan Baru” yang akan menjawab tantangan terbesar yaitu mengalahkan kemiskinan di Jawa Tengah, karena: (1).Populasi petani dan keluarganya merupakan populasi terbesar dengan kemiskinan yang juga terbesar. (2).Dengan membangun dan memak­murkan desa –infrastruktur, suprastruktur, diklat dan sarana produksi, akan memberikan efek De-urbanisasi, dimana orang-orang dari kota akan mengalir ke desa dengan adanya peluang kerja di desa. Ini berarti kota lebih mudah diatur, tidak macet, tidak sumpek, kriminalitas menurun, permintaan barang-barang kebutuhan –baik pokok, sekunder maupun tersier– dari desa ke kota semakin banyak, ini berarti roda perekonomian desa dan kota berputar dengan cepat. Deso dadi rejo, Kutho tambah mulyo (Desa jadi makmur, kota bertambah mulia/sejahtera). (3) Membangun desa berarti: Mengentaskan KEMISKINAN, Mengurangi  PENGANGGURAN, Melestarikan  LINGKUNGAN, Memanfaatkan LAHAN TERLANTAR, Mengembalikan  HARGA DIRI PETANI !


    Akhir kata, saya mendapatkan kata-kata menarik dari Rektor Baru –yang masih muda– Universitas Katholik Soegijapranata (UNIKA) Semarang, Prof. Budi Widianarko, yang ia kutip dari “The World is Flat” – Thomas L. Friedman (2006)?, seperti ini:



    Setiap pagi di Afrika, seekor rusa bangun.


    Dia tahu dia harus lari lebih cepat dari singa yang tercepat atau dia akan dimangsa.



    Setiap pagi seekor singa bangun.


    Dia tahu dia harus mendahului rusa yang berlari paling lambat atau dia akan mati kelaparan.



    Tidak penting apakah anda seekor singa atau seekor rusa.


    Begitu matahari terbit, anda lebih baik segera berlari.



    Dengan adanya globalisasi, nantinya semua kepentingan ekonomi dan bangsa-bangsa dari seluruh penjuru dunia akan masuk ke Jawa Tengah dan Indonesia. Pada saat itu saya ingin rakyat Jawa Tengah, tak peduli ia memilih hidup sebagai “singa” atau “rusa”, ia harus sudah kuat dan mandiri, agar tidak akan menjadi “mangsa” bagi bangsa lain atau “mati kelaparan”. (Rustriningsih)




    Catatan  penulis: Idiom Rusa itu untuk mewakili wirausaha atau industri kecil-menengah kreatif yang ramping, gesit, lincah dan energik yang harus terus lari dengan menemukan ide-ide baru atau ditiru/disaingi (dimangsa) perusahaan besar (Singa). Sedang idiom Singa mewakili perusahaan besar, dengan kapital besar, SDM melimpah, postur raksasa, tapi juga bisa mati kelaparan kalau pendapatannya menurun (Rustriningsih).




    *pernah dimuat di koran Suara Merdeka, 07 Januari 2010

    http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2010/01/07/94164/Jalan.Baru.Membangun.Jateng.

    Rabu, 05 Mei 2010

    Youth Exchange Program - Stranger No More

    Youth Exchange Program - Stranger No More


    Oleh MC. Sukma Irmanda, STP



    Lomba teklek beregu dg penduduk desa



    Kegiatan ini dilaksanakan pada Kamis, 06 Agustus 2009. Program ini merupakan hasil kerjasama antara 3 negara, yaitu Belanda, Tanzania, dan Indonesia. Program tersebut didasarkan pada tiga pilar yang sama: belajar bersama, merayakan kehidupan bersama-sama dan bekerja bersama. Program ini juga tentang membuat impian menjadi kenyataan, karya misi, membangun persahabatan, perjalanan dan berbagi iman.



    Kunjungan Mahasiswa dari Tanzania dan Belanda di Desa Genting, Kecamatan Jambu, Kabupaten Semarang, melalui Youth Exchange Program yang membahas masalah “Global Warming”.  Pemanasan global atau Global Warming adalah adanya proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan Bumi.


    Program Sentra Pemberdayaan Tani merupakan salah satu solusi untuk mengatasi “Global Warming” karena melalui program ini, kita dapat menghilangkan karbon dioksida di udara dengan cara memelihara pepohonan dan menanam pohon buah lebih banyak lagi. Pohon, terutama yang muda dan cepat pertumbuhannya, menyerap karbon dioksida yang sangat banyak, memecahnya melalui fotosintesis, dan menyimpan karbon dalam kayunya. Pohon buah yang ditanam melalui Program Sentra Pemberdayaan Tani adalah lengkeng varietas Itoh.




    Selain itu, waduk mini yang dibangun melalui Program Sentra Pemberdayaan Tani dapat digunakan sebagai contoh untuk menangani kekurangan air selama musim kemarau terutama membantu mangelola air pada daerah yang rawan kekeringan. Semakin tinggi pohon yang ditanam, maka akar akan semakin dalam dan akan semakin banyak menyimpan air.  Pohon dan waduk ini akan meningkatkan jumlah air dalam tanah dan mengurangi resiko kebanjiran atau tanah longsor.


    Selasa, 04 Mei 2010

    PROGRAM MAGANG TANI I-B WONOSOBO

    PROGRAM MAGANG TANI I-B


    Desa Mergosari, Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Wonosobo


    Oleh : MC. Sukma Irmanda, STP


    Yayasan Tirto Utomo yang dipimpin oleh Ibu Lisa Tirto Utomo mengamati kondisi pertanian Indonesia saat ini. Tanah terlantar dimana-mana, sebanyak 103 juta petani di desa dilanda kemiskinan, dan banjir produk agro impor di supermarket dan pasar tradisional. Padahal alam Indonesia mempunyai keunggulan komparatif dibidang pertanian dibandingkan negara-negara lain berupa lahan yang subur, curah hujan yang tinggi, air melimpah, iklim tropis yang hanya mengenal dua musim. Namun belum ada kebijakan dan penanganan yang baik dan benar, yang mampu memberdayakan produk pertanian di Indonesia. Dasar pemikiran inilah yang menggugah Yayasan Tirto Utomo untuk bekerja sama dengan Yayasan Obor Tani dalam proses pemberdayaan produk pertanian di Indonesia melalui Program Magang Tani I-B. Dana yang dikeluarkan oleh Yayasan Tirto Utomo tidak tanggung-tanggung, sebanyak Rp. 87.525.000,- dihibahkan untuk membantu meningkatkan kompetensi petani dalam budidaya tanaman semusim.



    Program tersebut di mulai pada tanggal 21 Januari 2007 sampai 1 Mei 2007. Namun mulai resmi dibuka oleh Bupati Wonosobo, Bp. Kholif Arief, pada 22 Februari 2007, dan diikuti oleh 15 peserta yang berasal dari 9 kecamatan di Wonosobo. Para pemagang didampingi oleh 4 alumni program magang tani I-A (Lihat tabel). Pada peresmian magang tani ini hadir juga pengurus Yabortan, mahasiswa KKN Unsoed dan tamu undangan. Para pemagang dihari yang sama, juga digembleng mentalnya oleh Gus Fadlun, selaku ulama Ponpes Tambihulhofilin, Kepil. Sebelum program magang dimulai dilakukan survei lahan yang dilaksanakan pada 9 Desember 2006 di desa Krasak, Kecamatan Mojotengah-Wonosobo dan desa Mergosari, Kecamatan Sukoharjo-Wonosobo, bersama dengan staf Obor Tani dan staf Tirto Utomo. Lahan 1,7 hektar di desa Mergosari, Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Wonosobo akhirnya ditetapkan sebagai lahan program magang tani.



    Para pemagang diajarkan untuk memberdayakan komoditas melon dengan 3 varietas selama 4 bulan. Melon sebagai tanaman semusim sengaja dipilih karena melon dapat tumbuh didataran rendah sampai tinggi. Selain itu lahan yang digunakan pada program magang tani ini merupakan lahan bekas padi yang memiliki sumber air dan dekat dengan jalan raya. Lahan tersebut sangat cocok jika digunakan untuk pembudidayaan melon. Penanaman melon dibagi menjadi 3 tahap sesuai dengan varietas yang dipilih.



    Pada penanaman tahap I, penyemaian benih dimulai pada 26 Februari 2007 dan akan dilanjutkan dengan pemindahan tanam, pertumbuhan fase vegetatif dan generatif sampai akhirnya panen. Semua berjalan normal sesuai dengan kurikulum program pelatihan tani yang dicanangkan hingga awal pertumbuhan fase generatif. Pada awal pertumbuhan fase generatif ini, melon sangat rawan terserang penyakit. Pada pertengahan Mei 2007 hal yang tidak diperkirakan terjadi, tanaman padi yang terletak dekat dengan lahan pelatihan terkena bercak daun sehingga tidak bisa panen, mendung dan kabut terus-menerus turun setiap malam, hal ini menyebabkan 80% daun melon yang 10 hari lagi akan dipanen ikut terserang bercak-bercak kuning. Setelah diteliti bercak kuning tersebut diakibatkan oleh jamur Didymella bryoniae dan penyebaran jamur dipercepat oleh adanya kabut.



    Tim instruktur segera berupaya untuk menghentikan pertumbuhan jamur dengan mengaplikasikan penanganan hama dan penyakit dengan menyemprot Amistartop, hasilnya jamur berhasil dilumpuhkan hingga tidak meluas. Namun minggu-minggu berikutnya matahari tak kunjung muncul, padahal tanaman membutuhkan sinar matahari untuk memulihkan kondisi dan memperkuat pertahanan tubuh. Akibatnya kondisi tanaman semakin memburuk ditambah dengan kondisi kelembaban tinggi memunculkan serangan jamur varietas lain. Saat masa panen tiba, tanaman sudah layu, kadar gula yang disyaratkan minimal 10 % tidak bisa dicapai. Akibatnya melon yang dipanen tidak laku dijual karena kadar gulanya hanya 4-5 %. Hal ini juga berimbas pada tanaman muda yang ditanam pada tahap kedua, karena tanaman ikut layu dan mengering karena serangan jamur secara menyeluruh.





















































































































    PESERTA PROGRAM MAGANG TANI I-B WONOSOBO
    Diikuti 15 peserta. Berasal dari 9 kecamatan di Wonosobo :
    Kecamatan Garung: 2 orangKecamatan Leksono: 1 orang
    Kecamatan Kepil: 2 orangKecamatan Sukoharjo: 2 orang
    Kecamatan Sapuran: 1 orangKecamatan Kaliwiro: 2 orang
    Kecamatan Selomerto: 1 orangKecamatan Kalibawang: 1 orang
    Kecamatan Watumalang: 3 orang
    Didampingi 4 alumni dari Program Magang Tani I-A
    Instruktur: - M.SuyutiAsisten Instruktur: - Dwi Rahayu
    - Arif Subiyanto- Eko Puji Rahayu
    KOMODITAS
    Melon
    -Varietas New CenturyPeriode Tanam I7.125 pohon
    -Varietas ApolloPeriode Tanam II5.250 pohon
    -Varietas Honey GlobePeriode Tanam III5.000 pohon
    REALISASI BIAYA PELATIHAN
    a. Dana dr Yayasan Tirto UtomoRp. 87.525.000,-
    b. Total Biaya PelatihanRp. 60.131.500,-
    c. Saldo kas pelatihan yang dikembalikan kepada Yayasan Tirto UtomoRp. 27.393.500,-
    YUDISIUM
    Dari 15 pemagang yang mengikuti Program Magang Tani I-B Wonosobo :
    1 pemagang mengundurkan diri
    2 pemagang tidak lulus
    12 pemagang lulus dengan predikat :
    4 (empat) pemagang lulus dengan predikat Baik Sekali
    6 (enam) pemagang lulus dengan predikat Baik
    2 (dua) pemagang lulus dengan predikat Cukup

    Pada yudisium Program Magang Tani I-B di Wonosobo ini tidak semua pemagang lulus, 1 orang pemagang mengundurkan diri, 2 pemagang tidak lulus, dan 12 pemagang lulus (Lihat tabel). Karena kegagalan penanaman tahap I dan II, maka penanaman tahap III yang semula direncanakan melon varietas Honey Globe, diganti dengan semangka. Meskipun secara keseluruhan, program pelatihan petani tersebut berjalan sesuai dengan kurikulum dan target peningkatan kompetensi petani dalam budidaya tanaman semusim dapat terpenuhi. Program magang tani ini ditutup oleh Sekretaris FKB, DPRD Wonosobo, Bp. Arief KFC pada 26 Juni 2007. Program ini didukung oleh IBANA selaku jaring pemasaran yang disediakan Yayasan Obor Tani, CHAMPION salah satu distributor pupuk, KNOWN YOU SEED selaku penyedia benih dalam program magang tani ini dan KMBPI (Kaum Muda Baru Petani Indonesia).


    MARI CIPTAKAN PELUANG USAHA BARU MELALUI PRODUK PERTANIAN INDONESIA

    PROGRAM MAGANG TANI I-B DAN I-C WONOKERTO

    PROGRAM MAGANG TANI I-B DAN I-C


    Desa Wonokerto, Kecamatan Bancak, Kabupaten Semarang


    Oleh MC. Sukma Irmanda, STP



    Ladang Latih PMT 1 B


    Pertanian Hortikultura Indonesia saat ini berada dalam kondisi yang sangat terpuruk, karena buah-buah impor telah membanjiri supermarket dan kios-kios buah di pinggir jalan. Kondisi inilah yang menggugah Yayasan Obor Tani yang dimotori oleh Bp. Budi Dharmawan dan Bp. Harjanto Halim sebagai Dirut PT. Ulam Tiba Halim untuk bekerja sama, melakukan perubahan kecil yang dapat mengangkat kemakmuran dan harga diri petani. Perubahan kecil ini dilakukan dengan membuat program magang tani I-B dan I-C di Desa Wonokerto, Kecamatan Bancak, Kabupaten Semarang.



    Desa Wonokerto sengaja dipilih untuk pelaksanaan program magang tani ini, karena kondisi tanah yang keras dan sumber air yang sangat terbatas akan menjadi tantangan bagi peserta magang. Selain itu komoditas yang diberdayakan pada program magang tani ini adalah melon dan semangka. Varietas melon yang dikembangkan yaitu Honey Globe dan Apollo. Telah kita ketahui bahwa pembudidayaan melon lebih sulit jika dibandingkan dengan pembudidayaan buah-buahan lainnya dan melon sangat mudah terkena penyakit, hal ini juga akan menjadi tantangan khusus bagi para peserta magang.



    Program ini telah diresmikan pada tanggal 1 Juli 2007 oleh Bp. Ali Mufiz, Gubernur Jateng saat itu dan dihadiri oleh Bp. Gatot Aji Sutopo selaku Ketua HKTI Jateng, Bp. Budi Dharmawan (Ketua Dewan Pengurus Harian Yayasan Obor Tani), Bp & Ibu Ismangoen Notosapoetro (Ketua Dewan Pembina Yayasan Obor Tani), dan Bupati Semarang Siti Ambar Fatonah. Dana sebesar Rp. 91.265.533,- juga telah dikucurkan oleh PT. Ulam Tiba Halim untuk mendukung pelaksanaan ”Penggemblengan Kaum Muda BARU Petani Indonesia se Nusantara”.



    Program magang tani ini juga dimaksudkan agar para generasi muda desa tidak berbondong-bondong meninggalkan desanya menuju kota namun kembali membangun desanya. Oleh karena itu pemagang tidak dipungut biaya apapun. Dana dan akomodasi pemagang menjadi tanggung jawab penuh Yayasan Obor Tani. Para pemagang juga akan diberi sertifikat kelulusan program magang yang menyatakan bahwa pemagang memiliki kompetensi dalam bidang Pedederan-Penanaman-Pemeliharaan-Pengendalian Hama dan Penyakit-Panen-Pasca Panen dan Pemasaran Komoditas melon dan semangka berstandar Internasional.







































































































































































    PESERTA PROGRAM MAGANG TANI
    a. Program I-B kelompok I3 orang masyarakat setempat
    b. Program I-B kelompok II11 orang petani muda
    Terdiri dari :
    - Jombang, JATIM1 orang
    - Samarinda, KALTIM1 orang
    - Cianjur, JABAR1 orang
    - Batanghari, LAMPUNG1 orang
    - Gorontalo, SULAWESI1 orang
    - JAWA TENGAH12 orang (Kab. Kendal 1 org, Kodia Salatiga 1 org, Kab. Semarang 9 org, Kab. Karanganyar 1 org)
    c. Program I-C2 orang petani alumni magang tani IA
    KOMODITAS
    a. Melon
    -Varietas Honey GlobePeriode Tanam I7.512 pohon
    -Varietas ApolloPeriode Tanam II7.731 pohon
    b. SemangkaPeriode Tanam III1.470 pohon
    REALISASI BIAYA PELATIHAN
    a. Modal Penyangga dr PT.Ulam Tiba HalimRp. 91.265.533,-
    b. -Total Biaya PelatihanRp. 87.988.868,-
    -Surplus yang diberikan Pemagang ke YabortanRp. 10.438.913,-
    c. Hasil Penjualan BuahRp. 70.271.000,-
    d. Modal Penyangga yang dikembalikan kepada Sponsor (PT.Ulam Tiba Halim)
    1. Saldo di Bank MaspionRp. 11.912.465,-
    2. Dipinjamkan untuk modal wirausaha (I-C)Rp. 46.025.000,-
    3. Penjualan alat dan sisa bahan program I-BRp.   5.153.120,-
    * Poin 2&3 sudah dikembalikan kepada PT.Ulam Tiba Halim (12 Februari 2008)
    Total modal yang dikembalikan kepada PT.Ulam Tiba HalimRp. 63.090.585,-
    Dan dua pack benih melon New Century (Hamigua) senilai @100 gr, senilaiRp.   2.732.400,-
    PEMAGANG PERAIH SURPLUS
    Program I-B Wonokerto
    a. KozinRp. 2.442.044,-
    b. MukananRp. 1.694.411,-
    c. JarkasiRp.    705.017,-
    d. ArwaniRp.    118.338,-
    e. KamidiRp.    195.786,-
    JumlahRp. 5.155.596,-
    SHU tersebut dibagi 2 antara Yabortan dan Pemagang
    Program I-C Wonokerto
    a. M. ArifinRp. 5.283.317,-
    SHU tersebut diserahkan sepenuhnya kepada pemagang

    Sebelum program magang dimulai maka dilakukan survei lahan untuk mengetahui kompetensi dan batas-batas lahan yang akan dipakai selama pelatihan. Para pemagang akan tinggal bersama dalam asrama selama + 4 bulan, dimulai pada tanggal 31 Mei 2007 s/d tanggal 23 September 2007. Program ini diikuti oleh 17 peserta (Lihat Tabel). Selama 4 bulan dilakukan 3 tahapan penanaman pada lahan seluas 15.000 m2 (Lihat Tabel) dan penyiraman tanaman diusahakan melalui sungai yang berjarak 20 meter dari lahan pelatihan yang airnya akan diangkat dengan pompa air diesel.



    Para pemagang diajarkan untuk mempersiapkan lahan, membuat bedengan (gundukan untuk membuat lubang tanam), menutup bedeng dengan mulsa, memberi pupuk dasar, dan menambah dolomit, serta membuat ajir (lanjaran). Selain itu juga diajarkan menyemai benih dan mengatasi jamur serta hama penyakit selama pertumbuhan fase vegetatif dan generatif. Pada fase ini penyakit mulai menyerang tanaman melon. Penyakit yang banyak tumbuh adalah serangan jamur Downy Mildew, hama ulat Plutella, ulat Spodoptera, Oret-oret, Thrips, Aphid, dan Kutu Putih. Para pemagang juga diajarkan untuk menyeleksi buah agar sesuai dengan gradenya. Pada akhirnya pemagang juga diajarkan cara pemanenan buah yang tepat agar buah tidak mudah busuk dalam penanganan pasca panen serta cara pemasaran yang efektif dan efisien.



    Pada panen perdana tanggal 20 Agustus 2007 diadakan tasyakuran yang dihadiri oleh Bp.Bibit Waluyo, aparat, LSM, birokrat, kelompok tani dan tokoh nasional. Hasil panen pun langsung dipamerkan di bazaar pada acara Tasyakuran panen perdana. Pada 22 November 2007 manager MURI Paulus Pangka menyerahkan sertifikat pengukuhan Melon Honey Globe terberat di Indonesia 4,26 Kg kepada Ketua DPH Yayasan Obor Tani dan Arwani selaku wakil petani Wonokerto. Hasil panen melon ini kemudian dilelangkan dan melon terberat dimenangkan oleh ibu Liliana Tedjosaputro dengan harga 8 juta Rupiah. Sedangkan dua butir Honey Globe terberat kedua dmenangkan oleh Bp. Harjanto Halim seharga 6 juta Rupiah. Tiga butir melon terberat ketiga dimenangkan oleh koalisi Bp. Harjanto Halim, Bp. Budi Dharmawan, Bp. Arwin, Bp. Solichedi, Bp. Ali Mufiz, Bp. Sukawi Sutarip, dan Bp. Hertoto Basuki dengan harga 28 juta Rupiah.



    Program magang tani ini memberikan hasil yang sungguh mencengangkan. Pola I-B Wonokerto ini terbukti berhasil mencapai kualitas dan kuantitas panen tertinggi + 12 ton/ha bahkan mungkin mencapai angka 15 ton/ha jika populasi dalam 1 ha tidak ada gangguan apapun. Hasil panen ini mencapai 80 % total panen populasi dengan tingkat pengembalian modal sebesar Rp. 65.822.985,- dari modal awal Rp. 91.265.533,- atau 72,12% (Lihat Tabel). Pada magang tani I-B dan I-C ini terdapat 6 (enam) pemagang yang meraih surplus (Lihat Tabel). Sesuai dengan ketentuan pemagang, jika hasil surplus (untung) maka hasil tersebut dibagi dua antara Yayasan Obor Tani dan Pemagang dengan prosentase 50 % : 50 %. Namun jika hasil defisit (rugi) maka kerugian tersebut 100 % ditanggung Yayasan Obor Tani. Program ini didukung oleh IBANA selaku jaring pemasaran yang disediakan Yayasan Obor Tani, CHAMPION salah satu distributor pupuk, dan KNOWN YOU SEED selaku penyedia benih dalam program magang tani ini.



    MARI BANGKITKAN KEMBALI KEJAYAAN PERTANIAN HORTIKULTURA DI INDONESIA.


    Rekor Melon







    Senin, 03 Mei 2010

    Merubah Desa Sengon Menjadi Desa Lengkeng

    Sentra Pemberdayaan (SPT) Tani Desa Genting

    Desa Genting, Kec. Jambu, Kab. Semarang JAWA TENGAH, menjadi desa pertama yang mendapat donasi Rp 1,4 milyar untuk dibangunkan satu buah SPT. Desa yang dulunya penuh dengan sengon ini kini memasuki tahun ke-2 untuk dirubah menjadi Desa Lengkeng, lengkap dengan agrowisatanya. Berikut laporan pencapaian program SPT Genting:

    SPT Genting hal. 1

    Hal 1

    SPT Genting hal. 2

    Hal. 2.

    SPT Genting hal. 3

    Hal. 3.